Simbol dan Nilai Estetis dalam Tari
Simbol dalam Tari
Kelahiran seni tari tidak bisa dilepaskan dari zamannya serta mencerminkan situasi, kondisi, dan budaya saat itu. Seni tari sebagai bagian kesenian tidak terlepas dari simbol yang digunakan untuk mewujudkannya, bahkan hampir setiap kegiatan manusia selalu menggunakan simbol karena manusia merupakan animal simbolicum hukum atau makhluk yang bermain dengan simbol-simbol. Selain itu, manusia adalah Homo estheticus, yaitu setiap manusia memiliki rasa indah meskipun keindahan tidak memiliki bentuk mutlak. Oleh karena itu, manusia selalu bermain dengan simbol yang sesuai dengan pengalaman keindahannya masing-masing. Manusia dapat menggunakan akal budi dan pikirannya untuk memahami simbol serta menjadikannya sebuah sarana untuk merespons terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam hidupnya.
Hubungan antara simbol dan seni sangat erat karena biasanya berkaitan dengan pemujaan terhadap sesuatu atau yang sifatnya religius dan ini diwujudkan berupa tarian, patung, lukisan, dan nyanyian dalam bentuk simbol-simbol. Simbol selalu mencerminkan sesuatu yang sedang dirasakan sang kreator yang sebelumnya melalui proses kreatif sehingga orang lain yang melihat ataupun mendengarnya dapat merasakan hal yang sama.
Nilai Estetis dalam Gerak Tari
Berbicara mengenai simbol akan berkaitan dengan estetika. Estetika diartikan indah. Pada awalnya estetika mencakup seluruh nilai seperti nilai seni, alam, moral, dan intelektual. Perkembangan berikutnya, definisi estetika (keindahan) adalah kesatuan dari hubungan bentuk yang terdapat diantara kesadaran kita. Dengan demikian, estetika bukan bagian dari kualitas atau peristiwa, melainkan cara kita menangkapnya atau mengacu pada selera. Simbol dan estetika tari dapat diamati melalui wirama (irama), wiraga (keterampilan gerak), wirasa (rasa), serta unsur-unsur yang mendukungnya seperti musik.
Hasil karya seni merupakan ungkapan perasaan yang dibentuk dari unsur-unsur yang dipadu menjadi satu kesatuan utuh untuk dapat dinikmati secara estetis. Seorang seniman mengomunikasikan pikiran dan perasaannya dalam bentuk karya seni untuk dinikmati nilai-nilai keindahannya oleh para penikmat seni. Untuk memahami keindahan hasil karya seni, masing-masing mempunyai tolok ukur atau kriteria sendiri, misalnya pada gaya Surakarta nilai-nilai keindahan tari terangkum dalam hasta sawanda serta wiraga, wirama, dan wirasa. Adapun hasta sawanda artinya hasta berarti delapan, sa/esa artinya satu, wanda artinya muka atau badan. Jadi, hasta sawanda berarti delapan ketentuan normatif yang menjadi satu kesatuan untuk diterapkan bagi seorang penari agar dapat membawakan suatu tarian dengan baik. Unsur-unsur pada hasta sawanda yaitu sebagai berikut.
1. Pacak : Suatu norma atau ketentuan yang meliputi keseluruhan ekspresi gerak setiap tarian yang harus diterapkan dan ditaati. Sebagai contoh, dalam membawakan tokoh Srikandhi pacaknya berbeda dengan tokoh Shinta meskipun karakter tarinya sama-sama tari putri.
2. Pancat : Pola kesinambungan antara motif gerak satu dan motif gerak lainnya yang dirangkai secara berurutan, serasi, dan menyatu.
3. Ulat : Sikap pandangan, polatan, atau ekspresi wajah ketika menari supaya mencapai dramatik peran yang dibawakan, seperti ekspresi gembira, sedih, gelisah, dan sebagainya.
4. Lulut : Hafal secara keseluruhan dengan insting sehingga gerakan-gerakan tarinya akan keluar dengan sendirinya tanpa harus mengingat atau menghafal.
5. Wiled : Kreativitas yang menjadi ciri (gaya) setiap penari yang diterapkan saat melakukan gerakan tari.
6. Luwes : Gerakan tari yang luwes dan enak dipandang yang biasanya dipengaruhi faktor pembawaan atau bakat seseorang.
7. Irama : Ketukan-ketukan tertentu yang mengatur cepat lambatnya gerakan tari. Penari harus dapat menepati irama artinya tidak boleh mendahului ataupun ketinggalan dalam irama tersebut.
8. Gending : Seorang penari harus memahami dan mampu menerapkan bentuk-bentuk gending sebagai iringan tari serta dapat mengetahui saat jatuhnya ketuk, kenong, kempul, dan gong.
Posting Komentar untuk "Simbol dan Nilai Estetis dalam Tari"