Sejarah sebagai Seni: Unsur-Unsur, Kekurangan, dan Kelebihannya
Sebagai sebuah seni, sejarah mengutamakan nilai estetika. Menurut Wilhelm Dilthey, sejarah adalah pengetahuan tentang rasa. Sejarah tidak hanya mempelajari segala yang bergerak serta berubah atau yang tampak di permukaan, tetapi juga mempelajari motivasi yang mendorong terjadinya perubahan bagi pelaku sejarah.
a. Unsur Sejarah sebagai Seni
Dalam penulisan sejarah memerlukan intuisi, membayangkan apa yang sedang terjadi dan apa yang terjadi sesudahnya. Pembaca seakan-akan diajak hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu serta gaya bahasa yang menggambarkan detail-detail sejarah secara lugas dan tidak berbelit-belit.
Sejarah sebagai seni dihubungkan dengan cara merekonstruksi dan penulisan sejarah itu sendiri. Sejarah dikatakan sebagai seni karena seorang sejarawan membutuhkan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa dalam menulis sejarah. Dalam proses penelitiannya sumber sejarah bersifat ilmiah, tetapi dalam taraf penulisannya sejarah bersifat seni. Menurut Prof. Charles A. Beard, sejarah sebagai disiplin ilmu dan juga sebagai seni tidak dapat dipisahkan serta saling melengkapi.
1) Intuisi
Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Intuisi berguna bagi sejarawan untuk memahami peristiwa sejarah dengan naluri selama melakukan rekonstruksi. Sejarawan menggunakan intuisi untuk memutuskan langkah yang akan dilakukan. Untuk mendapatkan intuisi, seorang sejarawan harus bekerja keras menganalisis data-data sejarah yang sudah diperoleh.
2) Imajinasi
Selain intuisi, seorang sejarawan juga memerlukan imajinasi dalam menuliskan sebuah peristiwa sejarah. Seorang sejarawan diharapkan dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang terjadi setelahnya. Sejarawan dituntut untuk dapat membayangkan situasi dan kondisi pada masa lampau yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan sejarah. Imajinasi sejarawan berbeda dengan imajinasi sastrawan. Sejarawan harus mampu berimajinasi berdasarkan data sejarah, bukan berimajinasi secara liar tanpa pijakan yang jelas.
3) Emosi
Dalam penulisan sejarah memerlukan emosi. Penulisan sejarah dengan emosi sangat penting untuk pewarisan nilai, asalkan penulisan tersebut tetap setia pada fakta. Seorang sejarawan dituntut untuk dapat mengolah unsur emosionainya untuk menumbuhkan rasa empati dan menyatakan perasaan pada objeknya. Sejarawan diharapkan dapat menghadirkan objek masa lampau tersebut seolah-olah pembaca mengalami sendiri peristiwa tersebut. Contoh: seseorang yang membaca sejarah Indonesia tentang revolusi, perang, atau pemadaman pemberontakan dibuat seakan-akan hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa tersebut sehingga penulisan sejarah dengan penghadiran perasaan (unsur emosional) juga sangat penting untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan.
4) Gaya Bahasa
Seorang sejarawan juga dituntut menggunakan gaya bahasa yang baik dalam penulisan sejarah. Gaya bahasa yang digunakan yaitu lugas dan dapat dipahami dengan mudah. Gaya bahasa diperlukan karena sebuah tulisan sejarah akan dibaca oleh berbagai kalangan. Meskipun demikian, sejarawan tidak perlu menggunakan gaya bahasa yang berlebihan untuk menyajikan tulisannya. Gaya bahasa yang berlebihan dapat mengaburkan fakta-fakta yang disajikan dalam tulisan sejarah.
b. Kekurangan Sejarah sebagai Seni
Sejarah sebagai seni juga mempunyai kekurangan-kekurangan yaitu sebagai berikut.
1) Berkurangnya Ketepatan dan Objektivitas
Penulisan sejarah sebagai seni mengakibatkan sejarawan banyak menggunakan imajinasi sehingga kesesuaian antara fakta dan tulisan sejarah diragukan dan banyak dipengaruhi pandangan individual. Akibatnya, penulisan sejarah tidak berdasarkan fakta yang akurat dan kurangnya hubungan sebab akibat.
Ketepatan dan objektivitas sangat perlu dalam penulisan sejarah. Ketepatan berarti kesesuaian antara fakta dan tulisan sejarah, sedangkan objektivitas berarti tidak ada pandangan yang individual.
2) Penulisan Sejarah Akan Terbatas
Penulisan sejarah yang terlalu dekat dengan seni akan terbatas pada objek-objek yang dapat dideskripsikan saja sehingga sejarah yang seharusnya menuliskan sebuah kebenaran tanpa disadari akan berkurang karena kurangnya penataan dan pengaturan imajinasi. Oleh karena itu, penulisannya akan lebih menekankan kepada ekspresi budaya daripada merekam masa lampau apa adanya. Hal itu disebabkan oleh terlalu banyaknya unsur sastra sebagai karya imajinatif.
Meskipun terdapat kekurangan, seni memberikan sumbangan yang tidak sedikit pada penulisan sejarah. Seni memberikan karakteristik yang dapat menggambarkan watak orang atau biografi kolektif. Sebagai contoh, dalam penulisan sejarah tentang peristiwa Bandung Lautan Api, seorang sejarawan akan terdorong untuk mengungkapkan berbagai kejadian yang berhubungan dengan peristiwa tersebut. Pengungkapan berbagai kejadian ini akan lengkap jika ada pelukisan watak orang-orang yang terlibat di dalam peristiwa tersebut. Di sinilah seni memainkan perannya. Seni juga memberikan struktur plot atau alur tulisan sejarah yang sering dilupakan oleh para sejarawan.
c. Kelebihan Sejarah sebagai Seni
Sejarah sebagai seni memiliki beberapa kelebihan berikut.
1) Karakterisasi
Salah satu unsur penting dalam karya sastra adalah karakterisasi. Karakterisasi bisa digunakan sejarawan dalam menulis karya sejarah, terutama biografi. Dalam menulis biografi, sejarawan harus mampu menggambarkan karakter atau watak tokoh yang dikaji. Oleh karena itu, unsur-unsur seni diperlukan untuk menggambarkan karakter-karakter tokoh secara jelas.
2) Struktur atau Alur Penulisan
Meskipun berbeda dengan alur sejarah, sejarawan dapat menggunakan alur sastra dalam tulisannya. Alur sastra terdiri dari tiga tahap, yaitu pengenalan (pendahuluan), krisis, dan solusi. Dengan mengikuti alur sastra, sejarawan akan mampu membawa pembaca dalam peristiwa yang ditulisnya.
Posting Komentar untuk "Sejarah sebagai Seni: Unsur-Unsur, Kekurangan, dan Kelebihannya"